

Diantara TPA yang ada diseluruh Indonesia, yang paling terkenal adalah TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi. Bagaimana tidak ? setiap harinya TPA ini menampung lebih dari 10 ribu ton sampah-sampah yang sumbernya dari Ibu Kota Jakarta.
Sampai-sampai orang yang mendengar nama Bantar Gebang pasti spontan menjawab, : "oh tempat yang banyak sampahnya itu ya ?". Karena memang begitulah adanya, dihina dan identik dengan sesuatu yang bau dan kotor.
Jujur saya adalah putra asli daerah sini. Dahulu ketika saya masih belum berfikir jernih, saya malu setiap ditanya, "kamu tinggal dimana ?" atau "rumah kamu dimana ?". Maka saya menjawab hanya kota bekasinya saja tanpa menyebut nama Bantar Gebang.
Tapi kian tahun kian terbiasa pula saya menerima sindiran-sindiran dari teman. Saya pun tak lagi malu mengatakan nama tempat saya tinggal. Saya tak merasa rendah diri dan menyesal dilahirkan ditempat ini. Itu semua karena berawal dari ketidaksengajaan saya mengintip lekak-lekuk setiap jengkal daerah bantar gebang. Ada hal istimewa yang membuat hati ini menangis kecil. Ada rasa menyesal atas kesombongan selama ini, dan perasaan bangga pun seperti berkembang biak didalam jiwa dan pemikiran ini.
Suatu ketika saya melewati TPA tersebut tepat pukul 1 malam. Dan subhanallah, alangkah terkejutnya saya melihat pemandangan yang begitu indahnya. Pemandangan yang tak dimiliki oleh kota-kota manapun diseluruh negeri ini. Bagaimana tidak, waktu yang seharusnya orang tertidur pulas, waktu yang dimana orang sibuk melakukan rutinitas dirumah, tapi mereka, para pengais sampah malah begitu ramainya memadati gunungan sampah-sampah yang bau dan menjijikan. Mereka begitu semangat mengais sampah demi sesuap nasi hari esok, mereka tak malu, mereka tak sungkan, mereka tak jijik, dan itulah cermin jati diri bangsa Indonesia yang harus ditiru oleh semua elemen masyarakat. Pedoman mereka "lebih baik mengais sampah, kemudian didaur ulang, dan mendapatkan upah ketimbang mengamen dijalanan, atau meminta-minta, bahkan sampai menjualdirinya tanpa mau usaha sedikitpun". Kontan saya terkejut mendengar perkataan dari salah satu pemulung tersebut. Hati ini ingin teriak sekencang-kencangnya atas kesombongan yang telah saya lakukan selama ini. Tak terasa, getaran kencang jantung ini begitu kerasnya seperti pesan peringatan atas kekhilafanku yang selalu merasa rendah diri. Aku menangis. menangis karena kelalaianku. Mereka ternyata lebih kaya ketimbang diriku, mereka Kaya akan pengalaman, mereka Kaya akan kerendah hatian, dan mereka Kaya akan kesederhanaan.
Artikel ini ditujukan sebagai pemicu masyarakat bekasi dalam rangka mewujudkan Kota Bekasi sebagai Kota Adipura tahun ini.
Wassalam
Sampai-sampai orang yang mendengar nama Bantar Gebang pasti spontan menjawab, : "oh tempat yang banyak sampahnya itu ya ?". Karena memang begitulah adanya, dihina dan identik dengan sesuatu yang bau dan kotor.
Jujur saya adalah putra asli daerah sini. Dahulu ketika saya masih belum berfikir jernih, saya malu setiap ditanya, "kamu tinggal dimana ?" atau "rumah kamu dimana ?". Maka saya menjawab hanya kota bekasinya saja tanpa menyebut nama Bantar Gebang.
Tapi kian tahun kian terbiasa pula saya menerima sindiran-sindiran dari teman. Saya pun tak lagi malu mengatakan nama tempat saya tinggal. Saya tak merasa rendah diri dan menyesal dilahirkan ditempat ini. Itu semua karena berawal dari ketidaksengajaan saya mengintip lekak-lekuk setiap jengkal daerah bantar gebang. Ada hal istimewa yang membuat hati ini menangis kecil. Ada rasa menyesal atas kesombongan selama ini, dan perasaan bangga pun seperti berkembang biak didalam jiwa dan pemikiran ini.
Suatu ketika saya melewati TPA tersebut tepat pukul 1 malam. Dan subhanallah, alangkah terkejutnya saya melihat pemandangan yang begitu indahnya. Pemandangan yang tak dimiliki oleh kota-kota manapun diseluruh negeri ini. Bagaimana tidak, waktu yang seharusnya orang tertidur pulas, waktu yang dimana orang sibuk melakukan rutinitas dirumah, tapi mereka, para pengais sampah malah begitu ramainya memadati gunungan sampah-sampah yang bau dan menjijikan. Mereka begitu semangat mengais sampah demi sesuap nasi hari esok, mereka tak malu, mereka tak sungkan, mereka tak jijik, dan itulah cermin jati diri bangsa Indonesia yang harus ditiru oleh semua elemen masyarakat. Pedoman mereka "lebih baik mengais sampah, kemudian didaur ulang, dan mendapatkan upah ketimbang mengamen dijalanan, atau meminta-minta, bahkan sampai menjualdirinya tanpa mau usaha sedikitpun". Kontan saya terkejut mendengar perkataan dari salah satu pemulung tersebut. Hati ini ingin teriak sekencang-kencangnya atas kesombongan yang telah saya lakukan selama ini. Tak terasa, getaran kencang jantung ini begitu kerasnya seperti pesan peringatan atas kekhilafanku yang selalu merasa rendah diri. Aku menangis. menangis karena kelalaianku. Mereka ternyata lebih kaya ketimbang diriku, mereka Kaya akan pengalaman, mereka Kaya akan kerendah hatian, dan mereka Kaya akan kesederhanaan.
Artikel ini ditujukan sebagai pemicu masyarakat bekasi dalam rangka mewujudkan Kota Bekasi sebagai Kota Adipura tahun ini.
Wassalam
0 komentar:
Post a Comment