Pada Tahun 2010 Indonesia belum beranjak dari jurang kemiskinan. Data statistik dunia, keuangan Indonesia masih tergolong minim walau muncul kesan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia Meningkat. Selama ini kita masih mengandalkan sektor non-migas sebagai senjata valas, investasi modal diluar negeri pun masih bisa terhitung jari siapa-siapa saja pelakunya. Tak adanya kegairahan berusaha mandiri menyebabkan keuangan Indonesia maju-mundur menghadapi persaingan global.
Banyak yang bertanya mengapa negeri kita tak terkena dampak krisis global yang berapa dekade lalu menjadi momok menakutkan bagi perekonomian dunia. Jawabannya adalah simple, karena kita adalah negara miskin. Perekonomian kita hanya bergerak layaknya keong berjalan, sangat lamban dan tak ada kepastian pertumbuhan yang signifikan. Sehingga ketika negara lain keuangannya negatif sedangkan kita positif, mereka pun langsung berkata bahwa manajemen keuangan Indonesia hebat, padahal memang kita hanya mengandalkan sektor non-migas dan usaha-usaha kecil sehingga secara akal sehat tak mungkin terkena dampak krisis global.
Tapi yang paling ironis dari semua ini, pemerintah membodohi rakyat kecil dengan menyatakan pertumbuhan ekonomi kita berkembang pesat. Mereka bahkan sesumbar bisa berswasembada, padahal tiap tahunnya ada saja utang luar negeri yang pemerintah lakukan, sehingga ibarat mengisi air di wadah yang penuh lubang, sampai dunia ini hancur pun keuangan kita tak akan sehat dan aman.
Kondisi tersebut diperparah dengan anggaran gaji pemerintah yang kian membengkak tanpa diimbangi tanggungjawab yang real serta pemantapan kesejahteraan rakyat. Coba tengok kebalik panggung para menteri, anggota dewan, serta para pejabat-pejabat negara, mereka bermewah-mewah, dimanja-manjakan layaknya anak satunya-satunya penerus mahkota kerajaan. Sedangkan “ORANG YANG TELAH MEMILIH MEREKA” masih baku hantam terhadap kerasnya kehidupan dinegerinya sendiri. Masih sering terdengar berita-berita kriminal seperti pembunuhan, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, dll. Itu semua faktor secara tak langsung akibat krisis ekonomi yang sedang melanda kita. Luar biasa hebat memang. Hanya satu krisis yaitu krisis ekonomi, bisa merambah kepada krisis moral, krisis etika, krisis nasionalisme dan cara berfikir, sehingga ketika negara lain sedang memikirkan cara tinggal diplanet Mars dan pembuatan senjata nuklir, kita malah disibukkan dengan isu sengketa tanah, isu bank century, isu kriminalisasi hukum yang sebenarnya semua itu bisa diselesaikan dengan cara ketegasan dari Presiden yang selama ini hanya mencla-mencle menanggapi berbagai kasus dinegeri ini.
Jika sudah begini, rakyatlah yang paling menerima imbasnya. Sekolah tinggi-tinggi tetapi tak ada jaminan hidup tenang dimasa depan. Buka usaha selama bertahun-tahun, tetapi digusur walikota karena alasan mengganggu pemandangan jalan. Ingin menjadi pencuri tapi nyawa imbalannya atau sekurang-kurangnya penjara minimal 5 tahun, itupun dengan jaminan muka sudah babak belur sehingga sang hakim tak tega menghukum berat-berat. Ingin menjadi pegawai negeri tapi duit harus keluar minimal 70 juta rupiah. Ingin jadi buruh pabrik atau karyawan kantor pun tak selalu menjadi pilihan terakhir, karena bayang-bayang phk serta sistem kontrak masih jadi yang paling menakutkan buat masyarakat.
Kita pun bimbang entah harus bagaimana. Padahal kita tidak merantau, kita tinggal dinegeri sendiri, bukan dichina atau negeri lain. Tapi kita diperlakukan layaknya tamu asing yang mati-matian untuk bisa bertahan hidup walau satu hari saja. Lantas bagaimana kita bisa bangkitkan rasa nasionalisme didiri ini ? bagaimana mungkin rasa satu bangsa satu darah dan satu bahasa bisa melekat dikehidupan sehari-hari ? dan mana mungkin rasa cinta tanah air akan tumbuh jika ulah para pejabat negaranya yang saling berlomba-lomba membuncitkan perut mereka bukan perut masyarakat ? pantas ada istilah yang menggema begitu nyaring, “Indonesia jika ingin dihancurkan oleh Amerika tak perlu dengan dibom nuklir atau peperangan senjata, buang-buang duit aja. Adu domba saja para pejabat-pejabatnya dan kasih pemikiran liberalisme dan kapitalisme sehingga hukum rimba ‘siapa kuat dia menang’ akan menjadi bibit-bibit unggul perpecahan dan kehancuran Indonesia.”
0 komentar:
Post a Comment