Tak terasa, waktu yang kita jalani semakin cepat terlewati. Baru saja kita menapaki tahun 2009, sekarang sudah siap-siap menyambut tahun 2010. Berbagai kenangan sudah hiasi potret album kehidupan kita saat ini. Suka dan duka tak pernah luput warnai jalan yang kita lalui. Tak pernah ada jalan yang lurus, semua pasti lalui jalan yang berliku-liku. Hmmm tapi apapun itu, kita tetap berdiri sebagai manusia yang sama-sama ingin menjadi yang berarti bagi lingkungan kita.
Buku tahunan 2009 bagi wajah Indonesia sangatlah buruk. Berbagai peristiwa yang mencoret kemanusiaan turut andil dalam langit gelap tahun 2009. Tak ayal, negeri ini seperti kapas yang terhempas oleh hembusan udara, selalu compang-camping dan tak memiliki kepribadian agung. Pancasila yang sejatinya ialah pedoman bangsa ini, seperti ikut-ikutan terhempas seiring boborknya keadaan moral dinegeri ini. Tak ada yang menjadi panutan, tak ada yang menjadi tuntunan, dan tak ada yang menjadi mercusuar dalam membangun negeri ini menjadi yang lebih baik.
Kita menjadi takut pada hegemoni orde baru yang dahulu kala selalu menjadi mimpi buruk kita dipagi hari. Harga kemanusiaan saat ini sungguh sangatlah mahal. Kejahatan yang seyogyanya harus diberantas kini malah diobral-obral dilembaga penegak hukum. Siapa kaya dia berkuasa. Hukum firaun tersebut sekarang sedang menjadi trend politik dikalangan masyarakat. Ironisnya, para petinggi negara mengiyakan saja buah bibir tersebut tanpa ada daya untuk menghapusnya.
Pemerintahan SBY jilid 2 ini pun seperti mau roboh. Krisis kepercayaan merebak dikalangan pengamat politik serta aktivis-aktivis masyarakat. Hal itu disebabkan komentar-komentar yang dilancarkan SBY terlalu berlebihan. Masyarakat awam sih mengiyakan saja tindak tanduk SBY. Tapi para cendikiawan dan masyarakat yang pintar pasti menilai hal itu sebagai bentuk ketakaburan SBY. Ingat pernyataan partainya saat pemilu ? "tak perlu ada pilpres putaran kedua". Kemudian perkataanya ketika berpidato "Kita harus jihad melawan korupsi". Lalu komentar nya terhadap menteri yang bermasalah "saya tidak akan menonaktifkan menteri tersebut (Sri Mulyani)".
Bagi masyarakat awam atau masa bodoan, pernyataan presiden tersebut tak bermakna bagi mereka. Tapi kita harus berfikir realita. Perkataan tersebut seperti mantera yang ingin membangkitkan Orde baru yang selama ini tidur nyenyak dalam peti mati. Tapi ya sudahlah, kita cuma bisa pasrah. Kalau keadaannya semakin buruk, baru kita harus bertindak.
Itu lah akar masalah yang paling menonjol ditahun ini. Yang kita harapkan ialah pemerintah yang bersih, tidak sombong, tunduk pada rakyat, dan selalu tepat janji apa yang mereka ucapkan. Langit tak selamanya gelap. Selagi mentari mau menghiasi bumi kita, selama itupula asa harus kita bentangkan. Tali kekerabatan antar agama sudah semestinya kita pererat. Rasa egoisme dan kesombongan harus cepat-cepat kita singkirkan. Agar kelak, ketika mentari sudah letih menyinari kita, kita sudah bisa ciptakan lentera untuk menjadi acuan dalam jalan kita dimasa depan. Pancasila kita bangkitkan lagi dalam kehidupan bermasyarakat. Rasa malas dan malu terhadap negeri ini sudah seharusnya dibuang dan diganti dengan nasionalisme. Bagaimanapun, ini negeri beta. Tempat lahir beta. Makan, minum, berjalan, berbicara, berakhlak, bermasyarakat, berilmu, segalanya diajarkan ditanah air ini. Lestarikan kepada anak-anak kelak kita nanti agar senyum merekah selalu menanti dimasa depan. Wassalam
Buku tahunan 2009 bagi wajah Indonesia sangatlah buruk. Berbagai peristiwa yang mencoret kemanusiaan turut andil dalam langit gelap tahun 2009. Tak ayal, negeri ini seperti kapas yang terhempas oleh hembusan udara, selalu compang-camping dan tak memiliki kepribadian agung. Pancasila yang sejatinya ialah pedoman bangsa ini, seperti ikut-ikutan terhempas seiring boborknya keadaan moral dinegeri ini. Tak ada yang menjadi panutan, tak ada yang menjadi tuntunan, dan tak ada yang menjadi mercusuar dalam membangun negeri ini menjadi yang lebih baik.
Kita menjadi takut pada hegemoni orde baru yang dahulu kala selalu menjadi mimpi buruk kita dipagi hari. Harga kemanusiaan saat ini sungguh sangatlah mahal. Kejahatan yang seyogyanya harus diberantas kini malah diobral-obral dilembaga penegak hukum. Siapa kaya dia berkuasa. Hukum firaun tersebut sekarang sedang menjadi trend politik dikalangan masyarakat. Ironisnya, para petinggi negara mengiyakan saja buah bibir tersebut tanpa ada daya untuk menghapusnya.
Pemerintahan SBY jilid 2 ini pun seperti mau roboh. Krisis kepercayaan merebak dikalangan pengamat politik serta aktivis-aktivis masyarakat. Hal itu disebabkan komentar-komentar yang dilancarkan SBY terlalu berlebihan. Masyarakat awam sih mengiyakan saja tindak tanduk SBY. Tapi para cendikiawan dan masyarakat yang pintar pasti menilai hal itu sebagai bentuk ketakaburan SBY. Ingat pernyataan partainya saat pemilu ? "tak perlu ada pilpres putaran kedua". Kemudian perkataanya ketika berpidato "Kita harus jihad melawan korupsi". Lalu komentar nya terhadap menteri yang bermasalah "saya tidak akan menonaktifkan menteri tersebut (Sri Mulyani)".
Bagi masyarakat awam atau masa bodoan, pernyataan presiden tersebut tak bermakna bagi mereka. Tapi kita harus berfikir realita. Perkataan tersebut seperti mantera yang ingin membangkitkan Orde baru yang selama ini tidur nyenyak dalam peti mati. Tapi ya sudahlah, kita cuma bisa pasrah. Kalau keadaannya semakin buruk, baru kita harus bertindak.
Itu lah akar masalah yang paling menonjol ditahun ini. Yang kita harapkan ialah pemerintah yang bersih, tidak sombong, tunduk pada rakyat, dan selalu tepat janji apa yang mereka ucapkan. Langit tak selamanya gelap. Selagi mentari mau menghiasi bumi kita, selama itupula asa harus kita bentangkan. Tali kekerabatan antar agama sudah semestinya kita pererat. Rasa egoisme dan kesombongan harus cepat-cepat kita singkirkan. Agar kelak, ketika mentari sudah letih menyinari kita, kita sudah bisa ciptakan lentera untuk menjadi acuan dalam jalan kita dimasa depan. Pancasila kita bangkitkan lagi dalam kehidupan bermasyarakat. Rasa malas dan malu terhadap negeri ini sudah seharusnya dibuang dan diganti dengan nasionalisme. Bagaimanapun, ini negeri beta. Tempat lahir beta. Makan, minum, berjalan, berbicara, berakhlak, bermasyarakat, berilmu, segalanya diajarkan ditanah air ini. Lestarikan kepada anak-anak kelak kita nanti agar senyum merekah selalu menanti dimasa depan. Wassalam
0 komentar:
Post a Comment