
Akhir-akhir ini dunia perpolitikan Indonesia sedang panas-panasnya. Mata masyarakat tersorot pada 2 lembaga wewenang di negeri ini, kpk dan polri. Perseteruan sebenarnya bermula antara kpk dan kejaksaan agung (kejagung), dimana saat itu kejaksaan agung selalu kalah cepat dibanding kpk dalam menangani kasus tindak korupsi. Citra kejagung-pun mulai luntur dihadapan pemerintah dan masyarakat dikarenakan ulah para pegawainya (jaksa) yang melindungi para koruptor. Ingat kasus artalita dan Jaksa Surip? dimana Artalita meminta Jaksa Urip melindungi dia dari tuduhan korupsi yang diajukan KPK. Peristiwa tersebut seolah menampar keras Lembaga tersebut dan sekali lagi KPK berada satu tingkat diatas kejagung dalam menangani korupsi.
Citra Kpk semakin baik dan mengesankan sejak kepemimpinan baru dibawah Antasari Azhar. Para koruptor pun kocar-kacir ketakutan karena selalu diburu oleh KPK. Ruang gerak Koruptor pun semakin sempit dan sesak dikarenakan KPK selalu mempublikasikan siapa-siapa saja koruptor pada hari ini (corruptor of the day).
Ditengah masa keemasan KPK, tiba-tiba muncul kejadian yang sungguh diluar perkiraan banyak masyarakat. Sang pimpinan mereka, DR. Antasari Azhar tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka oleh POLRI dalam kasus kematian direktur BUMN Nasrudin Zulkarnaen. Dia dinyatakan sebagai otak dalam rangkaian proses pembunuhan terhadap Nasrudin. KPK pun seperti kebakaran jenggot, disamping menanggung malu, keberadaan mereka di negeri ini pun terancam akan dibubarkan karena kasus tersebut. Tetapi untungnya pemerintah tidak serta merta membubarkan KPK. Pemerintah hanya memberhentikan ketua mereka saja, KPK pun bernafas lega.
Mungkin merasa gagal, POLRI lantas menetapkan 2 pimpinan KPK sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang menyangkut testimonial Dr Antashari. Memang janggal terdengarannya, POLRI dengan yakin dan percaya diri bahwa pimpinan kpk tersebut bersalah, padahal sang terdakwa tersebut belum sama sekali memberikan keterangan. ICW dan LSM hanya geleng-geleng kepala melihat ulah bandel POLRI yang sebenarnya dialah yang menyalahi penggunaan wewenang. POLRI dengan jelas melanggar kode etik hukum di Indonesia dengan langsung mengatakan "dia Tersangka" tanpa ada keterangan dari si tertuduh.
Penderitaan KPK kian lengkap ketika rapat paripurna terakhir DPR/MPR periode 2004-2009 yang mengesahkan RUU TIPIKOR menjadi UU TIPIKOR. UU tersebut sangat jelas mempersempit ruang gerak KPK bahkan cenderung mematikan langkah KPK yang akan mendatang. Keberadaan KPK pun mulai dipertanyakan oleh masyarakat.
KPK pun tak mau diam saja, walaupun mereka masih bau kencur tetapi mereka juga punya kekuatan untuk membela diri. Alih-alih untuk balas dendam akhirnya tersampai juga. Kesempatan itu datang dalam kasus bank century dimana Kabareskrim Susno Duadji dituduh ikut andil dalam memuluskan upaya pencairan dana US$18 Juta milik Boedi Sampoerna di Bank Century. Kpk pun mempersiapkan surat pemanggilan kepada dia.
hmm... Memang ironis. Dua lembaga yang seharusnya bahu membahu memberantas tindakan korupsi kini malah saling baku hantam dan saling lempar kesalahan lawannya. Kejagungpun mulai berdiri tegak kembali setelah sekian lama terpuruk dibawah kekuasaan KPK. Tapi yang menjadi permasalahan, KPK yang sejatinya adalah lembaga buatan Pemerintah kenapa sekarang dibatasi ruang geraknya ? Padahal kinerja mereka sangat memuaskan bahkan bisa diberi nilai A+ dalam menangani korupsi. Sementara Kejagung ? mulai dari Soeharto, edy tansil, tommy soeharto, akbar tandjung, adelin lis, sampai kepada artalita, semuanya mereka lindungi. padahal merekalah koruptor kelas kakap yang seharusnya mendekam dalam penjara. Edy kini hilang entah kemana, tommy dinyatakan bebas, akbar dinyatakan tidak bersalah, dan adelin lis pun kabur dari Indonesia karena vonis tidak bersalah oleh Kejaksaan Agung. No comment
Citra Kpk semakin baik dan mengesankan sejak kepemimpinan baru dibawah Antasari Azhar. Para koruptor pun kocar-kacir ketakutan karena selalu diburu oleh KPK. Ruang gerak Koruptor pun semakin sempit dan sesak dikarenakan KPK selalu mempublikasikan siapa-siapa saja koruptor pada hari ini (corruptor of the day).
Ditengah masa keemasan KPK, tiba-tiba muncul kejadian yang sungguh diluar perkiraan banyak masyarakat. Sang pimpinan mereka, DR. Antasari Azhar tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka oleh POLRI dalam kasus kematian direktur BUMN Nasrudin Zulkarnaen. Dia dinyatakan sebagai otak dalam rangkaian proses pembunuhan terhadap Nasrudin. KPK pun seperti kebakaran jenggot, disamping menanggung malu, keberadaan mereka di negeri ini pun terancam akan dibubarkan karena kasus tersebut. Tetapi untungnya pemerintah tidak serta merta membubarkan KPK. Pemerintah hanya memberhentikan ketua mereka saja, KPK pun bernafas lega.
Mungkin merasa gagal, POLRI lantas menetapkan 2 pimpinan KPK sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang menyangkut testimonial Dr Antashari. Memang janggal terdengarannya, POLRI dengan yakin dan percaya diri bahwa pimpinan kpk tersebut bersalah, padahal sang terdakwa tersebut belum sama sekali memberikan keterangan. ICW dan LSM hanya geleng-geleng kepala melihat ulah bandel POLRI yang sebenarnya dialah yang menyalahi penggunaan wewenang. POLRI dengan jelas melanggar kode etik hukum di Indonesia dengan langsung mengatakan "dia Tersangka" tanpa ada keterangan dari si tertuduh.
Penderitaan KPK kian lengkap ketika rapat paripurna terakhir DPR/MPR periode 2004-2009 yang mengesahkan RUU TIPIKOR menjadi UU TIPIKOR. UU tersebut sangat jelas mempersempit ruang gerak KPK bahkan cenderung mematikan langkah KPK yang akan mendatang. Keberadaan KPK pun mulai dipertanyakan oleh masyarakat.
KPK pun tak mau diam saja, walaupun mereka masih bau kencur tetapi mereka juga punya kekuatan untuk membela diri. Alih-alih untuk balas dendam akhirnya tersampai juga. Kesempatan itu datang dalam kasus bank century dimana Kabareskrim Susno Duadji dituduh ikut andil dalam memuluskan upaya pencairan dana US$18 Juta milik Boedi Sampoerna di Bank Century. Kpk pun mempersiapkan surat pemanggilan kepada dia.
hmm... Memang ironis. Dua lembaga yang seharusnya bahu membahu memberantas tindakan korupsi kini malah saling baku hantam dan saling lempar kesalahan lawannya. Kejagungpun mulai berdiri tegak kembali setelah sekian lama terpuruk dibawah kekuasaan KPK. Tapi yang menjadi permasalahan, KPK yang sejatinya adalah lembaga buatan Pemerintah kenapa sekarang dibatasi ruang geraknya ? Padahal kinerja mereka sangat memuaskan bahkan bisa diberi nilai A+ dalam menangani korupsi. Sementara Kejagung ? mulai dari Soeharto, edy tansil, tommy soeharto, akbar tandjung, adelin lis, sampai kepada artalita, semuanya mereka lindungi. padahal merekalah koruptor kelas kakap yang seharusnya mendekam dalam penjara. Edy kini hilang entah kemana, tommy dinyatakan bebas, akbar dinyatakan tidak bersalah, dan adelin lis pun kabur dari Indonesia karena vonis tidak bersalah oleh Kejaksaan Agung. No comment
2 komentar:
Berantas Korupsi....terus di gerakkan...
artikel yang bagus....mampir ya..
saya dukung KPK aja :D
http://www.masdoyok.co.cc
Post a Comment